Ikhlas sebagai Komponen terakhir

Kehidupan dalam Islam itu seperti sebuah rangkain elektronik dimana memiliki fungsi dan tujuan yang pasti dan akan menjadi manfaat untuk semua pemakainya. Dalam susunan komponennya hampir semuanya sudah mampu kita pasang ke atas papan rangkaiannya namun tinggal satu komponen akhir yang sudah siap dipasang namun masih menjadi keraguan yang nyata bagi pemakai tools ini nantinya. Komponen itu adalah Ikhlas.

Ikhlas merupakan rukun terpenting dari semua perbuatan hati. Karena menjadi dasar terbangunnya semua bentuk ibadah.


Rosululloh SAW bersabda :
لايقبل الله من الأعمال إلا ما كان خالصا له وابتغى بها وجهه


Alloh tidak akan menerima amal perbuatan kecuali yang murni untuk-Nya dan mencapai ridlo-Nya.

Ihklas artinya suci dari pamprih atau tulus hati.Orang yang ihklas adalah orang yang membersihkan hatinya dari segala sesuatu selain Allah, yakni meninggalkan riya’ dalam beramal. Pernah suatu hari Nabi Isa a.s ditanya oleh sahabatnya, kaum Hawariyyun, Apakah amal yang ihklas itu? Beliau menjawab, ialah amal yang diperbuat semata-mata demi Allah, tidak suka dipuji orang lain sehubungan amal itu.” Imam Ghozali dalam salah satu statemennya menyatakan : Tanda ke-ikhlasan seseorang adalah manakalah suasana hatinya di saat ia beramal di tempat yang sunyi tiada berbeda dengan suasana di saat ia beramal di tempat yang ramai. Kehadiran orang lain sebagaimana kehadiran binatang, tidak punya pengaruh sama sekali terhadap keadaan batinnya. Jika sampai suasana sepi dan ramai masih mewarnai kedaan batinnya pada saat ia beramal, berarti ia masih berada di luar kejernihan ikhlas ini.

Bagi kebanyakan orang sufi pengertian semata-mata demi Alloh dipahami, bahwa ihklas adalah semua amal perbuatan, akal pikiran dan niat seseorang yang ditujukan hanya kepada Allah. Bagi mereka ihklas diartikan sebagai sikap seorang yang sudah tidak memperdulikan balasan pahala terhadap amal yang dilakukannya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebab menurut kalangan mereka, barang siapa yang menyembah Allah dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan indrawi dan materi di dunianya, berarti ia tidak ihklas. Karena orang yang ihklas setiap berbuat sesuatu tentu hanya untuk mendapatkan ridha Allah. Yang dicari dan yang dirindukan adalah keridhaan-Nya semata. Itulah sebabnya orang-orang sufi menilai maqam ihklas ini sebagai maqam yang sudah mendekati maqam makrifat, yang menjadi tujuan akhir dari pengembaraan batiniyah para wali Allah. Karena itu pula mereka menjadikan maqam ini sebagai suatu tahapan yang harus dilalui oleh Sholihin yang tengah berada dalam perjalanan kepada Allah.

Ihklas merupakan pengalaman yang memperlihatkan kedekatan hubungan seseorang dengan Allah Swt. Dalam hal ini, seorang ulama ternama Ibnu Al Nafazi menyatakan, bahwa keiklasan seseorang dalam beramal dapat bertingkat-tingkat sesuai kedekatannya dengan Allah. Dua diantaranya adalah tingkat ikhlas kelompok al-Abrar dan kelompok Muqorrobin.

Pertama, ihklas yang ada pada kelompok al Abrar (orang-orang yang baik) ialah maqam ihklas yang betul-betul sudah terbebas dari sifat-sifat riya’. Mereka benar-benar ihklas, tidak mengharapkan kedudukan atau kelebihan dalam harta, juga tidak mengejar kemasyhuran dan kehormatan ataupun kebanggaan keduniaan. Mereka telah mampu membersihkan amalnya semata-mata, dari rasa ujub, riya’ dan takabur sehingga di dalam menjalankan amal nya semata-mata karena Allah. Mereka sangat pandai merahasiakn amal perbuatannya. Hal ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan Abu Dzar, beliau bertanya kepada Rosululloh, Apakah Ikhlas itu ? Rosululloh menjawab, sebentar akan ku tanyakan kepada Jibril. Namun pada saatnya, Jibril pun tidak bisa menjawab hingga ia bertanya kepada Mikail. Lalu Mikail bertanya kepada Alloh dan dijawabnya :


الإخلاص سر من أسراري أودعه قلب من أشاء من عبادي
Ikhlas adalah salah satu rahasia dari beberapa rahasia-Ku yang Aku letakkan di hati seseorang yang Aku kehendaki dari hamba-hambaKu.

Sungguh, amal mereka bersih dari nafsu untuk meraih pujian masyarakat, karena semua amal kebaikan yang dilakukan semata-mata untuk mencapai tujuan pengabdian kepada Allah Swt. Namun demikian kelompok muhklis tingkat pertama ini tetap punya pamprih, yaitu mengharap pahala dari Allah dan mengharap dijauhkan dari api neraka.


Tingkat kedua, adalah ihklas yang dimiliki oleh kelompok Al Muqorrobin, yakni orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap ihklas kelompok ini telah jauh melampaui keihlasan kelompok al Abrar tadi. Mereka benar-benar beramal tanpa pamprih apa pun, tetapi semata-mata karena Allah. Mereka bertekad bahwa amalnya itu tiada lain adalah sebagai peryataan syukur kepada Allah dan taat kepada perintah-Nya. Sehingga keihlasan yang hanya dimiliki oleh golongan Arifin ini, sudah tidak punya pamprih apa-apa lagi. Amal ibadah mereka bukan untuk mengharap pahala atau supaya dijauhkan dari siksaan neraka. Karena menurut mereka orang yang beramal dengan tujuan supaya mendapat pahala dan keberuntungan, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat, berarti dalam posisi kehambaannya ia telah berlaku kurang santun terhadap Allah, dan jelas mengurangi ketulus ikhlasannya.

Comments