Keahlian Manusia

Apakah keahlian manusia itu terbatas?
Sekali lagi, the power of syukur. Kita harus mengetahui bahwa, kita memiliki 3 milyar kombinasi keahlian. Mengapa kita tidak memanfaatkannya?. Satu hal dikarenkan oleh terbatasnya pemahaman kita dan lain halnya disebabkan materi pengajaran kita selama ini belum ada yang berbasis meunculkan keahlian tersebut. Mengapa?

Apakah pantas jika saya katakan bahwa, jika kita gunakan keahlian kita setiap harinya maka keahlian itu tak akan habis hingga kita meninggal, dengan kata lain, keahlian manusia itu unlimeted. Namun, kendala manusia yang paling besar adalah melawan sahabat karib kita yaitu an-nafsu. An-nafsu ini merupakan sahabat karib kita yang sejak lahir kita telah ditemaninya. Hal inilah yang terkadang menghalangi kita untuk menggunakan dan mengembangkan keahlian kita. Hal ini manusiawi. Dan hanya manusia handallah yang mampu keluar dari kemanusiawian ini yaitu dengan cara mengekang segala rasa yang ditimbulkan oleh An-nafsu seperti rasa malas, iri, was-was dan hal-hal yang menyankut syahwat. Namun, terlepas dari itu, manusia harus bersyukur.


Keahlian manusia bisa saja kita kembangkan melalui panca indra kita ataupun lewat insting kita. Kita mampu membentuk sesuatu yang sebelumnya belum ada menjadi sebuah mahakarya. Kita mampu memprediksi sesuatu yang belum terjadi sehingga kita mampu menciptakan sesuatu untuk menghalanginya ataupun menambah rahmat yang ditimbulkan oleh prakiraan tersebut. Ilmu itu takkan berhenti mengalir selama yang di dalam diri kita tidak tersumbat oleh benang-benang kedengkian, kesombongan, dan lain-lainnya. Kitalah yang menyumbatnya. Kitalah yang tidak mau menerima ilmu laddunni dari Allah Subhanahu Wataala.

Comments

  1. by Candra

    Akal memang terbatas Bung, tapi bukan berarti akal tidak bisa digunakan untuk menemukan kebenaran. berapa 1+1? semua orang pasti menjawab dua, bukan tiga. itu karena kita pakai akal untuk menjawab. Termasuk kemampuan manusia membuktikan kebenaran bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan kita itu satu, akal bisa menjawab hal itu, bukti-bukti sudah banyak di media massa, misal salah satunya silahkan baca bagaimana Harun Yahya membuktikan adanya Tuhan melalui pendekatan ilmu pengetahuan. Bung, tanpa akal manusia tidak akan dapat mempelajari Alquran dan ayat-ayat tak tertulisnya dengan benar, dan Allah sudah memperingatkan kepada manusia, bahwa wajib setiap manusia untuk tidak mengikuti hawa nafsu, melainkan akal, perintah untuk berfikir sering difirmankan oleh Allah, cacian Allah kepada manusia yang tidak menggunakan akalnya diumpamakan seperti anjing, kera, dan hewan ternak dan bahkan lebih rendah dari itu… silahkan Anda lihat di Q.S 3: 110, 5: 58, 7: 176, 8: 22. Bung, Alquran (pedoman umat manusia) dan Akal itu bagaikan dua sisi koin, tidak bisa saling dipisahkan. Pisahkan salah satunya maka kebenaran yang didapat akan terbatas dan tidak akan mampu menemukan kebenaran yang sempurna (bacalah Q.S 22: 8-9). Misal apa yang bisa Bung simpulkan ketika membaca ayat berikut “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan” Q.S 27: 28, apakah ada gunung yang mempunyai kaki lalu berjalan-jalan??? Dalam ilmu Geologi (salah satu produksi akal manusia) bahwa memang ternyata Gunung yang berada di atas kerak bumi ini memang “berjalan”, artinya adanya pergeseran kerak bumi beberapa derajat setiap tahunnya, saking lambatnya pergeseran ini, diumpamakan oleh Allah “berjalan bagai awan”. Bagaimana Bung, apakah tidak akan tersesat jika mempelajari Alquran tanpa bantuan akal? tentu saja dalam hal ini akal harus menggunakan cara berfikir yang mampu dapat dipertanggungjawabkan dan berdasarkan pengetahuan yang telah teruji (ilmiah).. “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Al Israa’: 36.
    Bung, fungsi hati (qalbu), pendengaran, penglihatan mengapa dijadikan satu kelompok oleh Allah dalam Q.S Al Israa’: 36? karena memang memiliki kesamaan fungsi yakni menangkap data realitas (tahu) untuk diolah oleh akal menjadi pengetahuan. Hati untuk menangkap rasa sakit, rasa takjub, rasa senang; pendengaran untuk informasi yang didengar; penglihatan untuk menangkap informasi yang dibaca. Jika hati, pendengaran, dan penglihatan tidak digunakan semestinya maka data yang masuk ke akal akan salah, meski cara berfikir yang digunakan benar tapi data yang masuk salah, maka hasil berfikir pasti juga salah. Contohnya rasa sayang yang berlebihan orang tua hingga terlalu memanjakan anaknya, itu karena hanya hati yang digunakan. Oleh karena itu, Allah mengatakan hati, pendengaran, dan penglihatan itu akan dimintai pertanggungjawaban, dan melarang penggunaan hati untuk memutuskan benar salah Q.S 6: 150, karena hanyalah akal yang mampu mendekati kebenaran dalam memutuskan, sedangkan hati hanyalah “indra”.
    Dalam Psikologi Sosial juga dijelaskan bahwa kecenderungan hati akan merekam nilai-nilai atau norma-norma sosial tempat dia tinggal, sehingga terkadang ada perbedaan norma yang diyakini setiap orang yang berbeda tempat. Kita tahu bahwa norma yang dibuat oleh sekelompok manusia bisa salah, bisa juga benar, tidak semuanya salah, dan tidak pula semuanya benar. Sehingga penggunaan hati, haruslah HATI-HATI.
    Kesimpulannya adalah: gunakanlah hati, pendengaran, penglihatan sebagai indra untuk menangkap realitas-realitas, termasuk realitas teks yang ada dalam Alquran, dan pelajarilah dengan sungguh-sungguh, jangan tergesa-gesa, gunakan akal dengan benar, dengan didasari ilmu pengetahuan, jangan atas dasar dugaan semata Q.S Az Zukhruf 43: 20, dan berdoalah “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” Q.S Thaahaa 20: 114.
    Semoga bermanfaat, amiin. Wassalamu’alaikum

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih untuk masukannya di blok kami.
Assalam-Ashufi